• Follow Us On :

Pendekatan Naratif dalam Pembelajaran (Bagian 1)

Oleh : Eka Dewi Nuraeni 

Mari kita simak cuplikan pembelajaran yang dilakukan oleh Pak Wawan, seorang guru di SIT Mentari Ilmu:

Setelah melakukan kegiatan pendahuluan, Pak Wawan memulai pembelajaran dengan bercerita:

Alkisah, seorang pengembara berkelana mencari hikmah kehidupan. Sambil bertakbir ketika jalanan menanjak dan bertasbih ketika jalanan menurun, sang pengembara menikmati kesejukan angin sepoi-sepoi. “Maasya Alloh.. indahnya alam ciptaan Allah..”

Saat melintasi ladang, didapatinya tanaman semangka yang sedang berbuah (Pak Wawan memperlihatkan gambar tanaman semangka yang berbuah besar). Setelah diperhatikan dengan seksama dia bergumam. “Hmm…Semangka, buahnya besar tapi terkulai dan hanya bisa merambat. Ko bisa?”

Siang itu sangat terik. Di tengah kelelahannya, pengembara itu mendekat ke arah pohon beringin yang besar. Pohon beringin dengan daun yang rindang, batang yang besar dan kokoh, akar yang menjulur melebar muncul di permukaan tanah dan akar nafas yang menjuntai laksana rambut. (Pak Wawan memperlihatkan pohon beringin dan bagian-bagiannya).

Pengembara itu melepas lelah di bawah pohon beringin, merebahkan diri di atas sulur-sulur akar. Dia memandangi pohon beringin dengan sangat seksama. Namun dia melihat hal yang kontras pada Beringin. ”Hmm…. Beringin, badan besar, tapi buah lebih kecil dari kelereng. Ko bisa?” Dia mendesah pelan sambil terus merenung. (Pandangan Pak Wawan menyapu seluruh penjuru kelas, mengamati respon siswa).

Angin semilir yang berhembus membuat sang pengembara terlelap. Tak berselang lama pengembara itu tersentak kaget. ”Astaghfirullah.. apa ini?” Ternyata sebutir biji beringin jatuh dari atas pohon menimpa hidungnya. Sang pengembara merenung. “Astagfirullah..” pengembara bergumam, menyadari kesalahannya.

Selanjutnya Pak Wawan berdiskusi dengan siswa, kesalahan apa yang disadari oleh pengembara? Mengapa buah beringin jatuh ke bawah? Apa yang tejadi jika buah beringin sebesar buah semangka? Apa pengaruhnya kalau buah beringin yang jatuh berasal dari dahan yang rendah dan dari dahan yang tinggi?

Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Surat Al-Furqan ayat 2).

Kemudian Pak Wawan menghubungkannya dengan cerita Issac Newton dan apelnya yang menginspirasi hukum gravitasi. Pak Wawan mengajak siswa untuk mencari data, berapa massa biji beringin dan semangka, menghitung ketinggiannya dan menghubungkannya dengan energi potensial gravitasi (Ep = m x g x h). Pak Wawan mengajak siswa menghitung energi potensial gravitasi dengan berbagai massa dan ketinggian

Pak Wawan meminta siswa mengamati fenomena gravitasi di alam semesta.

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam (Q.S. Qaaf : 9).

Sebagai penutup, Pak Wawan meminta siswa bercerita atau menulis pengalaman keseharian yang berkaitan dengan gravitasi.


Dalam adegan di atas, Pak Wawan menerapkan pembelajaran naratif, yang didominasi oleh narasi yaitu pengisahan cerita atau kejadian. Narasi sering dijadikan pengantar atau sisipan, namun jarang digunakan sebagai agen utama dalam penyampaian pembelajaran.

Menurut Brian Richardson (2000), narasi adalah representasi rangkaian peristiwa atau tindakan yang disusun secara bermakna, sering kali melibatkan karakter dan memiliki keterkaitan kausal atau tematik.

Narasi hadir dalam keragaman bentuk yang hampir tak terbatas: mitos, legenda, fabel, kisah, novela, epik, sejarah, tragedi, drama, komedi, pantomim, lukisan, jendela kaca patri, sinema, komik, berita, percakapan dan lainnya. Narasi tampil di setiap zaman, di setiap tempat, di setiap masyarakat; mengiringi perjalanan Sejarah peradaban manusia (Lazlo Janos, 2008). Konsep naratif (bersifat narasi) terus berkembang dan diterapkan secara luas dalam konteks modern untuk memperkaya komunikasi, pembelajaran, dan penyampaian informasi.

Pembelajaran naratif adalah metode yang menggabungkan ilmu pengetahuan dengan seni bercerita untuk menciptakan pengalaman belajar yang mendalam.  Menurut Jim Cunning (2007), pembelajaran naratif memiliki keunggulan:

Pertama: Pembuatan Makna.  Narasi berperan dalam pembuatan makna melalui pengalaman, meningkatkan pengetahuan diri serta menghasilkan pemahaman dan wawasan baru tentang orang lain.

Pembelajaran bermakna akan meningkatkan retensi memori. Informasi yang disampaikan dalam bentuk cerita lebih mudah diingat karena cerita menciptakan asosiasi kuat di otak. Siswa tidak hanya mengingat fakta, tetapi juga konteks dan emosi yang terkait dengan cerita tersebut.

Kedua: Terhubung dengan orang lain.  Narasi melibatkan banyak aspek komunikasi, seperti mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.  Narasi memiliki kapasitas untuk mendorong kolaborasi dan kerja sama di antara kelompok misalnya dengan berdiskusi, simulasi, penyampaian ide dan pembuatan cerita. Hal ini meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki terhadap proses pembelajaran.

Narasi dapat membantu siswa memupuk empati, memahami dan menghargai perbedaan karena menggambarkan perspektif yang beragam, baik dari budaya, latar belakang, atau pengalaman yang berbeda. 

Ketiga: Narasi berkontribusi pada proses produksi pengetahuan. Narasi yang diperoleh dari pendokumentasian praktik dan pengalaman rutin, memiliki kapasitas untuk memperluas pengetahuan dasar yang ada dengan memberikan perspektif dan wawasan baru – terutama yang berkaitan dengan isu dan tantangan kontemporer. 

Narasi membantu siswa menghubungkan konsep abstrak dengan pengalaman nyata atau ilustrasi konkret. Struktur naratif yang memiliki awal, tengah, dan akhir membuat informasi lebih terorganisir dan mudah diingat.

Keempat : Narasi dapat mendorong refleksi dan tindakan kritis.  Pertanyaan refleksi dan evaluasi diri yang sering digunakan dalam pembelajaran naratif, dapat membangkitkan respon terhadap isu-isu penting dan membangun identitas diri.  

Melalui narasi, siswa dapat diajak untuk menganalisis alur cerita, memahami perspektif berbagai tokoh, serta mengevaluasi keputusan dan konsekuensi.  Siswa juga dapat berpikir kreatif tentang mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya, dan  mengidentifikasi peluang untuk pengembangan lebih lanjut.  Tentunya itu semua dapat mendorong pengembangan kreatifitas dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. 

Bagi Sekolah Islam Terpadu Mentari Ilmu, penggunaan pendekatan naratif yang terpadu adalah hal yang biasa, sejalan dengan konsep ADLX Terpadu yang diusung oleh Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia. 

Mentari Ilmu memiliki empat maskot yaitu Numa (Nurturing & Emphatic), Ten (Tenacious), Rein (Religious & Integrity), dan  Adim (Adaptive & Mannerly)  yang menemani penyampaian naratif dan penanaman nilai serta karakter.

Wallahu alam..

Karawang, 6 Desember 2024

Referensi:
Brian Richardson, 2000. Recent concepts of narrative and the narratives of narrative theory. Style 34(2): 168–175.
Rupert Maclean– editor 2007, . Learning and Teaching for the Twenty-First Century (2007); edited by Rupert Maclean, Springer Publisher. Jim Cunning, The Power of Narrative to Enhance Quality in Teaching, Learnind and Research, p.18-20
Lazlo Janos, 2008, The Science of Stories, An Introduction to Narrative Psychology, Routledge, East Sussex, p.3
Aswath Damodaran, 2017. Narrative and Numbers, The Value of Stories in Business, Columbia University Press, New York

 

Previous Post
Deep Learning
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments