Oleh : Rosadi

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan nama–Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-Baqarah: 30)
Mempersiapkan generasi masa depan berarti mempersiapkan pemimpin yang bertanggung jawab atas kemakmuran dan pelestarian bumi melalui berbagai amal saleh. Generasi masa depan harus mampu menjadikan bumi sebagai tempat yang baik dan bermanfaat bagi semua makhluk. Proses ini membutuhkan bimbingan dan dilakukan secara bertahap, bukan sesuatu yang terjadi secara instan.
Tahun 2025 akan menandai lahirnya Generasi Beta, yang menggantikan generasi sebelumnya, yaitu Generasi Alpha dan Generasi Z. Bayi yang termasuk Generasi Beta lahir antara 1 Januari 2025 hingga 31 Desember 2039. Generasi ini akan tumbuh di tengah perkembangan pesat teknologi dan kecerdasan buatan (AI) yang membawa tantangan dan karakteristik baru.
Dua puluh tahun mendatang, pada 2045, Indonesia akan memasuki tahun emasnya bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan. Namun, bangsa ini juga akan menghadapi berbagai tantangan, seperti ketahanan pangan, energi, bonus demografi, perkembangan teknologi informasi, serta dinamika sosial dan budaya.
Perkembangan teknologi digital yang pesat akan membawa perubahan besar di berbagai bidang. Menganalisis peta perubahan masa depan penting untuk memastikan kita merespons gangguan dan pergolakan teknologi dengan tepat. Patrick Dixon (2019) mengungkapkan bahwa mereka yang dapat bereaksi cepat terhadap perubahan dan menghadapi pergolakan teknologi lebih mungkin memenangkan persaingan. Dalam konteks ini, pendidikan berperan strategis dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.
Kompetensi apa saja yang dibutuhkan untuk mencetak SDM unggul yang mampu bersaing secara global? Menurut Muthuveeran Ramasamy dan Matthias Pilz (2019), kompetensi mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sikap yang berkontribusi pada peningkatan kinerja individu dan pada akhirnya mengarah pada kesuksesan.
Mengutip dari buku arah kompetensi generasi emas Indonesia menuju 2045 yang diterbitkan oleh BSNP tahun 2020 bahwa arah kompetensi generasi Indonesia menuju 2045 yaitu kompetensi dasar dan kompetensi holistik terintegrasi. Kompetensi dasar merupakan kemampuan mendasar yang dimiliki oleh seorang manusia untuk menopang kehidupannya. Kompetensi dasar akan berkembang melalui usaha dan proses belajar, yakni belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk mengerjakan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan untuk hidup bersama (learning to live together). Diperlukan lima kompetensi untuk mendukung kompetensi dasar:
Pertama: Kompetensi Keberagamaan (Religiosity Competence)
Kompetensi ini merujuk pada kemampuan dasar yang berkaitan erat dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemampuan ini tidak hanya mengandalkan usaha manusia semata, tetapi juga melibatkan keyakinan akan kekuasaan dan nilai-nilai ilahi. Dengan demikian, individu dapat melakukan atau mengekspresikan sesuatu yang selaras dengan prinsip-prinsip ketuhanan.
Kedua: Kompetensi Kewarganegaraan (Citizenship Competence)
Kompetensi ini mencakup seperangkat pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memungkinkan seseorang berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peran kompetensi kewarganegaraan sangat penting dalam mewujudkan kedaulatan bangsa, karena ia membentuk individu yang sadar akan tanggung jawab sosial dan nasional.
Ketiga: Kompetensi Keilmuan – Literasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni, dan Bahasa (IPTEKSB)
Pada abad ke-21, literasi IPTEKSB tidak dapat dipisahkan dari literasi data dan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). STEM merupakan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan berbagai bidang ilmu. Perkembangannya melahirkan berbagai varian seperti STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics), e-STEM (Environment, Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics), dan STEMAL (Science, Technology, Engineering, Mathematics, Art, Language). Literasi IPTEKSB, khususnya dalam konteks STEMAL, menekankan kemampuan individu untuk membaca, menganalisis, dan memanfaatkan informasi (big data) di era digital.
Keempat: Kompetensi Digital
Kompetensi digital merujuk pada kemampuan menggunakan teknologi digital secara kritis, kreatif, kolaboratif, dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Stephanie Carretero et al. (2017) dalam The Digital Competence Framework for Citizens yang dirilis oleh European Commission, kompetensi digital lebih luas daripada sekadar keterampilan teknis. Kebutuhan akan kompetensi ini semakin tidak terhindarkan di era modern.
Kelima: Kompetensi Belajar untuk Belajar
Kemampuan ini mencerminkan sifat manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya, yang ditandai dengan kemauan untuk terus belajar dan beradaptasi. Proses ini melibatkan pelepasan pengetahuan lama (unlearn) untuk mempelajari hal baru, sehingga kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi. Belajar untuk belajar mencakup empat pilar: belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup bersama. Konsep ini juga erat kaitannya dengan pembelajaran sepanjang hayat, karena manusia akan selalu dihadapkan pada ketidakpastian dalam hidupnya.
Selanjutnya, arah kompetensi generasi emas Indonesia menuju 2045 adalah menciptakan kompetensi holistik terintegrasi. Kompetensi ini merupakan gabungan dari berbagai kemampuan dasar yang melibatkan domain kognitif, afektif, psikomotor, sensorimotor, dan sosial. Integrasi ini membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam diri individu, yang diperlukan untuk mendukung:
Pertama: Kompetensi untuk Hidup (Kompetensi Biologis)
Kompetensi ini merujuk pada kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan kebahagiaan psikologis. Dengan memenuhi kebutuhan ini, individu dapat menjalani kehidupan yang sejahtera.
Kedua: Kompetensi untuk Kehidupan
Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang dijiwai oleh semangat Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Nilai-nilai ini menjadi landasan dalam membangun kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan.
Ketiga: Kompetensi untuk Penghidupan
Kompetensi ini mencakup kemampuan individu untuk mengembangkan keahlian yang mendukung penghidupan yang berkelanjutan. Dibangun atas dasar nilai spiritual dan literasi keilmuan, kompetensi ini memungkinkan seseorang untuk terus belajar dan berkembang. Selain itu, kompetensi ini juga membentuk modal manusia (human capital) yang memiliki kemampuan individu, motivasi kuat, kepemimpinan, dan kemampuan bekerja dalam tim. Dalam konteks sumber daya alam, kompetensi ini membekali individu untuk memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya alam secara bertanggung jawab, sekaligus menjaga kelestariannya. Kemampuan mengelola sumber daya ekonomi (financial capital) juga menjadi bagian penting dari kompetensi ini, yang mencakup pengelolaan keuangan, investasi, dan layanan jasa keuangan.
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
Kutipan dari Ki Hajar Dewantara ini mengingatkan kita bahwa setiap manusia dilahirkan dengan potensi yang dianugerahkan Tuhan. Sebagai pendidik dan pemangku kepentingan, tugas kita adalah membimbing dan mengembangkan potensi anak bangsa. Peran lembaga pendidikan dan pemerintah sangat dibutuhkan dalam mewujudkan cita-cita Generasi Emas Indonesia 2045, khususnya melalui penguatan kualitas pendidikan, pembinaan karakter, pengembangan keterampilan abad 21, serta kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan berdaya saing global.
Referensi:
- Ali, Mohammad, et al. Arah Kompetensi Generasi Indonesia Menuju 2045. Jakarta: BNSP, 2020
- Lopiwudhi, Josep. (2025). 2025 Jadi Tahun Kelahiran Generasi Beta, Ini Kilas Balik Istilah yang Pernah Viral di Zaman Alpha hingga Gen Z. Diakses pada Kamis, 9 Januari 2025, dari https://tangerangraya.id.
- Syarifah, Lailatisy. (2021). Tuntunan Rasulullah untuk Menyiapkan Generasi Masa Depan. Diakses pada Kamis, 9 Januari 2025, dari https://suaraaisyiyah.id.
- Patrick Dixon. (2019). The Future of Almost Everything: How Our World Will Change Over the Next 100 Years. Profile Books
- Muthuveeran Ramasamy, & Matthias Pilz. (2019). Competency-based curriculum development in the informal sector: The case of sewing skills training in rural South India. International Review of Education, 65(6), 905–928. https://doi.org/10.1007/s11159-019-09810-4