Perhatikan cuplikan pembelajaran di kelas VI SD IT Mentari Ilmu berikut.
Di sesi awal pembelajaran, sambil menampilkan gambar pohon dan rerumputan Bu Ajeng bertanya kepada para siswa, “Kak, kita tahu bahwa semua makhluk hidup memerlukan air. Menurut Kalian, bagaimana cara pohon-pohon dan rerumputan yang ada di hutan mendapatkan air?” Hampir semua siswa menjawab “melalui hujan Bu”. Masya Alloh, betul Kak. Adalagi yang mau menjawab? Seorang siswa kemudian menjawab “melalui hewan bu”. Melalui hewan? Maksudnya bagaimana kak? Tanya Bu Ajeng.
Hewan kan ada yang suka kencing di pohon Bu. (sebagian siswa tersenyum bahkan ada yang tertawa). Masya Alloh, benar sekali. Nah, menurut kalian siapa sih sebenarnya yang bisa mengatur hujan dan bisa menggerakkan hewan sehingga pohon di hutan mendapatkan air? Hening sebentar, namun tidak lebih dari 3 detik semua siswa serempak menjawab “Alloh”. Barokallohufiik. Benar sekali Nak, kalian hebat. Alloh lah yang mengatur dan memelihara alam semesta ini, tugas kita adalah menjaga dan memanfaatkan pohon sesuai dengan ketentuan Alloh. Bu Ajeng kemudian meminta perwakilan siswa membaca QS. Al ‘Araf: 56
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”
Cuplikan pembelajaran di atas merupakan contoh nyata bagaimana implementasi kurikulum terintegrasi di dalam kelas. Pembelajaran tidak berjalan dalam sekat-sekat disiplin ilmu yang terkotak-kotak. Integrasi kurikulum mengacu pada pendekatan pendidikan dimana berbagai mata pelajaran digabungkan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik (Kasarla et al., 2022). Menurut Fogarty (1991: 61-65), ada 10 (sepuluh) model integrasi kurikulum, diantaranya:
Model Terfragmentasi (The Framented Model)
Model Terkoneksi (The Connected Model)
Model Bersarang (The Nested Model)
Model Terurut (The Sequenced Model)
Model terbagi (The Shared Model)
Model Anyaman (Webbed Model)
Model Ulir (The Threaded Model)
Model Terintegrasi (The Integrated Model)
Model Terbenam (The Immersed Model)
Model Jaringan (The Networked Model)
Setiap model ini memiliki karakteristik unik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan konteks pembelajaran, sehingga memberikan fleksibilitas bagi pendidik dalam merancang pengalaman belajar yang menarik dan relevan.
Pembelajaran yang menggunakan kurikulum terintegrasi memiliki setidaknya 3 (tiga) keunggulan jika dibandingkan pembelajaran tradisional yang monodisipliner, diantaranya:
Pertama: Meningkatkan Keterhubungan Pengetahuan Dalam pembelajaran monodisipliner, siswa seringkali mempelajari konsep secara terpisah. Misalnya, di pelajaran IPA siswa belajar tentang fotosintesis, di pelajaran agama membahas tanda-tanda kekuasaan Allah, dan di matematika menghitung luas daerah daun. Ketika semua ini diajarkan secara terisolasi (masing-masing), siswa mungkin kesulitan memahami keterkaitan antara konsep-konsep tersebut. Pendekatan terintegrasi, seperti yang ditunjukkan oleh Bu Ajeng, membantu siswa menyadari hubungan antara ilmu pengetahuan, agama, dan konteks kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna dan aplikatif. (Giacosa, 2020; Ningsih et al., 2022)
Kedua: Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Pertanyaan yang diajukan Bu Ajeng membuka ruang bagi siswa untuk memberikan jawaban yang unik, seperti “melalui hewan.” Ini menunjukkan bahwa pembelajaran terintegrasi dapat merangsang kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dengan menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan konteks baru yang mereka temui. (Hilda et al., 2020)
Ketiga: Meningkatkan Kebermaknaan Pembelajaran
Pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman nyata siswa membuat siswa merasa lebih terlibat dan termotivasi untuk belajar. Ketika siswa melihat relevansi antara apa yang mereka pelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari, mereka akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang diajarkan dan menerapkannya dalam situasi yang berbeda. Hal inilah yang membuat pembelajaran siswa menjadi lebih bermakna. (Ausubel, 2000)
Integrasi kurikulum tidak hanya relevan tetapi juga esensial dalam pendidikan modern. Mentari Ilmu sebagai sekolah yang adaptif terhadap modernisasi sudah sepakat mengembangkan kurikulum terintegrasi yang disebut Mentari Ilmu Integrated Curriculum (MI2C). Oleh karena itu, praktek pembelajaran seperti yang dilakukan Bu Ajeng sudah menjadi hal yang biasa dan menjadi standar pembelajaran di SIT Mentari Ilmu.
Apa itu MI2C, bagaimana proses perancangannya, dan seperti apa manajemen kurikulumnya? Insya Alloh akan dibahas pada tulisan-tulisan berikutnya.
Wallohu’alam.
References
Kasarla, R. R., Verma, A. R., & Pathak, L. R. (2022). Methodologies and Models for Integration of Medical Curriculum for Effective Teaching and Learning: A Theoretical Review.Journal of Universal College of Medical Sciences. https://doi.org/10.3126/jucms.v10i01.47250
Fogarty, R. (1991). Ten ways to integrate curriculum.Educational Leadership.
Ningsih, T., Purnomo, S. H., Muflihah, M., & Wijayanti, D. (2022). Integration of Science and Religion in Value Education.IJORER. https://doi.org/10.46245/ijorer.v3i5.248
Hilda, L., Lubis, R., & Daulae, T. H. (2020).The Development of Science Learning Device Based on Interconnected Integration in Increasing Critical and Creative Thinking Students. https://doi.org/10.26811/PEURADEUN.V8I1.341
Ausubel, D. P. (2000).The Nature of Meaning and Meaningful Learning. https://doi.org/10.1007/978-94-015-9454-7_4